Lutung ka Saung
Cerita modern yang di ambil dari cerita rakyat Sunda : Lutung Kasarung.
Hai... Nama gue Lutung, dan gue bukan teroris. Gue adalah manusia asli! Bukan berasal dari monyet seperti teorinya Si Darwin orang Australia itu. Punya otak di taro di mana dia? Bisa-bisanya menyamakan manusia yang jelas-jelas makhluk paling mulia ini dengan monyet. Hoalah kacau.
Darwin… Darwin pasti orang tuanya enggak belajar Pendidikan Agama Islam semasa Sekolah.
Gue berasal dari Parahyangan, negeri yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Di daerah gue, gunung diubah menjadi tempat yang elok bak istana. Dan tempat gue punya pasukan elit sepak loh, namanya Maung Biru. Yaps betul Parahyangan itu adalah Bandung!
BayDewey... gue adalah seorang jurnalis. Dan sedang ditugaskan oleh kerajaan Parahyangan (nama media tempat gue kerja) buat jadi jurnalis di daerah Sukabumi.
Kali ini gue bakal cerita perjalanan gue selama menjadi jurnalis di Sukabumi. Negeri seribu Curug (air terjun), dan negeri sejuta kenangan katanya. Memang begitu sih, gue ngerasain sendiri gaess. Karena di Sukabumi, gue ketemu sama jodoh gue. Siti Purba Sari.
Bentar-bentar, kok mirip cerita rakyat Sunda ya. Diturunkan ke bumi dari kayangan. Lantas berjodoh dengan perempuan bumi namanya PurbaSari? Ada yang aneh nih? Ehmmmm.
Wkwkkwkw
Sudahlah... Pokoknya pembaca yang budiman Tetap santuy dan pantengin gue bercerita sampai akhir ya. Hehe. Mari lanjut .
Lanjut tentang gue gaess. Gue adalah laki-laki usia 24 tahun kala itu, gue termasuk orang yang enggak peduli dengan tampilan, Masa bodo kata gue. Orang bilang gue item, kucel, dekil dan kumel. Entah apalagi yang orang bilang tentang gue. Yang pasti, gue enggak terima kalau gue disebut item!
Lah, kulit gue kan coklat, tepatnya sawo matang, gue kasihan aja sama yang bilang gue hitam. Mereka semua BUTA WARNA! Gue juga jadi kasihan sama emak mereka, capek2 banting ulang nyekolahin anak, tapi si anak masih suka nyinyir, ngehina, dan parahnya lagi, enggak bisa ngebedain mana sawo, mana pantat Katel! (Dibaca coklat sama Hitam)
Gue kira, Karena alasan item, dekil dan kumel itulah kerajaan Parahyangan enggak mau gue kerja di sekitaran istana, katanya enggak enak di pandang! Makanya gue dikasih tugas ngeliput Sukabumi. Katanya biar jadi study banding buat kerajaan Parahyangan.
Ya sudah. Masa bodo. Selama gue bisa ngelakuin sesuatunya dengan cara gue, tanpa ada paksaan dan intimidasi dari siapa pun, oke lah gue jabanin. Lagian gue juga lelah sih, sesekali hidHayati yang lelah ini boleh lah kerja sambil liburan. Wkwkwk.
Hari Kamis yang manis, setelah gue Salat Subuh berjamaah, gue berangkat, Salim ke orang tua.
"Mak, Pak, Utung pergi dulu ya, Utung ada tugas kerajaan ke Sukabumi. Utung minta do'anya ya Pak, Mak. Utung minta dido'ain .... Mudah-mudahan Utung bisa selamat sampai tujuan dan balik lagi bawa pasangan" pinta gue ke Mak sama Bapak.
"Ah iya Tung, semoga keinginanmu tercapai ya. Satu pesan dari kami Tung. Jangan pernah tinggalkan salat 5 waktu ya. Dosa, percuma teteh pulang kesini selamat, bawa pasangan, tapi iman teteh jadi sesat" emak memberi nasihat
"Iya Ma, Utung pasti gak akan lupa solat 5 waktu Ma. Yaudah Utung berangkat dulu ya Mak" gue Salim sama emak
"Utung pamit dulu ya Pak" gue Salim sama Bapak.
Berangkat dari Parahyangan ke Sukabumi, Gue naik bus. dengan ongkos 21 rebu gue sudah bisa duduk santai menikmati perjalanan indah dari Bandung ke Sukabumi. Kebiasaan gue, Sambil duduk di Bus, seringnya gue baca buku, dan yang gue baca saat perjalanan ke Sukabumi adalah Bukunya Penulis terkenal dari Nusantara, Bumi Manusia.
Alhamdulillah ... Sebelum jam 12 gue udah sampe di Terminal sukabumi, matahari masih belum nunggingin gue dari atas jadi mataharinya masih kalem. Enggak nge-Gas. Syukurlah.
Gue buka tas gue dan coba membuka beberapa catatan yang perjalanan gue di Sukabumi. tempat pertama yang bakal gue datengin adalah ... Situ Gunung dengan Jembatan gantungnya yang terpanjang se Asia tenggara.
sebelum ke situ gunung, gue sempetin mampir ke kedai kopi untuk sejenak menyeruput pahitnya kopi biar paham pahitnya kehidupan itu seperti apa.
“Kopinya satu yah Kang”gue
“Ahsyiap, mau kopi apa atuh?” Ujar si akang penjual koipi.
“Itu we kang, kopi kapal es”
“Ashyiaap Kang”
Baydewey, kopi dan kehidupan sama-sama memiliki kepahitan. Dan sama-sama memiliki cita rasa yang khas, jadi saat teteh merasa hidup ini pahit, sadarlah bahwa kepahitan ini merupakan cita rasa khas hidup di bumi. Maka, seruput lah dengan nikmat setiap kepahitannya. Karena secangkir kopi nyatanya bisa membangkitkan semangat. Pun dengan masalah hidup.
Udara di sini dingin
Aku butuh kehangatan
Aku butuh kenikmatan
Aku butuh teman, aku enggan hidup sendirian
Air itu turun ke bawah ya
Dari mana datangnya?
Berapa jumlahnya?
Adakah mereka yang enggan jatuh?
Karena terjatuh selalu saja menyakitkan.
Sebentar, biar ku buka hati ini
Biar yang merindu, bukan jua mata
Satu persatu kubikan air itu jatuh,
Pecah menjadi archimedes,
Beberapa lain tersapu angin.
Salah satunya datang menghampiriku
Ah betapa sejuknya
Ah betapa manisnya.
Aku kedinginan, aku butuh kehangatan
Aku butuh kenikmatan, aku tak ingin sendirian.
Brrrr…. segarnya air ini, masya Allah tabarokalloh. Keindahan curug sawer yang masih berada di kawasan wisata situ gunung, menyambut gue dengan kesejukan. Biasanya sih gue disambut hangat oleh seseorang. Tapi di sini, gue disambut dengan kesejukan. Tak ada perbedaan selain kata, dan persamaannya adalah sama-sama nikmat. Hehe
Tingginya tak ku hitung, tapi jariku sepertinya tidak cukup
Mataku memang mencapai ujung jembatan itu,
tapi jariku tetap tak mampu menghitungnya.
Panjang, tinggi
Di sekelilingnya adalah republik pohon sedang bersua
Menyambut asing yang datang hanya kali ini saja
Satu persatu kau izinkan kakiku menginjakmu
Menikmati sebuah perasaan tak biasa di atas sini
Sungguh luar biasa.
Situ Gunung Suspensions Bridge.
Katanya terpanjang di tenggara.
Brakk… barang-barangku jatuh, segera gue ambil dan gue rapikan.
“Eh maaf akang, salah saya” seseorang wanita memunguti barang-barang gue
“Eh Iya.. tak apa Teh” gue melongo
Wajahnya gugup, tapi dia cantik
Kulitnya langsat, seperti daging bengkoang di parahyangan.
Andai ada bulu ayam yang menempeli pipinya
Sudah jelas bulu itu akan terjatuh tak ingin singgah
Ya, kulitnya lembut.
Aku belum merabanya sih, tapi jelas kelihatan kok.
Duh, astaghfirulloh.
“Kenapa Teh? Kelihatannya buru-buru” tanya gue yang sudah mengendalikan diri
“Eh iya Kang, maafkan saya, gara-gara saya, akang jadi ketabrak dan barang-barang akang berjatuhan.”
“Eh soal itu gak apa apa atuh teh, bukan barang-barang penting kok” gue ngeles.
“Eh ya, gue Lutung, dan gue bukan teroris”
“Saya Sari Kang” dia ikut memperkenalkan diri.
Sebagai orang yang baru kenal. Gue dan Sari coba mengobrol lebih lama lagi, bersama segelas kopi yang kedua kalinya, gue duduk berdua dekat jembatan itu. Jembatan terpanjang di tenggara asia. Sekalian wawancara juga sih gue kan jurnalis. Hehe
Tanya dan jawab terlempar, tanya dan jawab tertangkap. Tadinya memang kita sama-sama malu-malu, tapi ya mungkin karena sudah lama mengobrol, akhirnya kita bisa lebih akrab. Saat asik-asiknya ngobrol, tiba-tiba…
“Sari teteh baik-baik saja? Kok kayak keliatan bingung?”
“Sari baik kok Kang, tapi memang ada sesuatu yang mengganjal sih”
“Gak apa,apa, cerita aja, siapa tahu akang bisa bantu”
“Enggak ah Kang, gak enak, kita kan baru kenal 1 jam yang lalu”
“Gak apa-apa, berteman itu enggak kenal lama atau sebentar kan, selama bisa saling membantu dan tak merugikan satu sama lain, kita memang baru kenal, tapi siapa tahu Allah memang sengaja mempersatukan kita di tempat ini supaya teteh bisa menceritakan masalah teteh, dan aku bisa menjadi orang yang menerima jasa denger curhat gratis. Hehe” gue merayu.
“Gini kang… sebenernya Sari kabur dari rumah, Sari mau di jodohkan oleh orang tua Sari, Sari gak mau”
“Gitu ya, memang teteh mau dijodohkan dengan siapa?”
“Rencananya Sari mau di jodohkan dengan pak udin kades di desa Sari Kang”
“Wah, ternyata di sini masih ada kades yang jomblo dan minta dijodohkan ya”
“Bukan begitu kang, justru kadesnya udah beristri, dua malah”
Tiba-tiba Sari wajah Sari memerah, kulit yang mulus itu sepertinya sudah sedang menahan sesuatu, makannya wajah lembutnya itu memerah. Beberapa saat kemudian, kristal cair itu jatuh juga. Menyusuri wajah lembut Sari sampai ke dagu, dan jatuh begitu saja. Gue diamkan Sari sejenak, membiarkan kristal cair itu turun secara alami. gue tau yang dia butuhkan sekarang adalah orang yang mengerti keadaannya.
“Maafin Sari ya mas, Sari jadi curhat” ucap Sari sambil menyeka wajahnya dengan tisu.
“Enggak apa-apa, oh ya maaf nih bukan maksud ikut campur, tapi kenapa orang tua teteh mau menjodohkan teteh dengan kades yang sudah beristri?”
Gue penasaran.
“Iya, aku juga gak tau kenapa tiba-tiba bapak ingin menjodohkan aku sama pak kades, enggak tahu kenapa semenjak bapak nganggur, sifat bapak jadi gitu. Sering deket dengan pak kades. Suka bantuin pak kades, ujung-ujungnya Sari di minta nikah dengan pak kades juga di suruh bapak”
“Astaghfirullohaladzim, ternyata di sini masih ada cerita seperti ini ya”
“Iya a, masih ada”
Hmm. Kopi yang gue pesen tinggal beberapa teguk lagi, perasaan gue tiba-tiba panas, ada ketidak adilan yang dirasakan seseorang, dan gue merasa enggak bisa diam saja. Gelas yang berisi kopi itu gue minum semuanya.
“Glk glk glk . aaah”
“Gini Teh, hayuk aku temenin teteh pulang kerumah, kita selesaikan masalah kamu, bapak kamu sama pak kades.”
“Eh, enggak ah a, Sari takut,”
“Tenang aja Sari, aku bilang kan aku ini Lutung, dan aku bukan teroris. Jadi kamu enggak usah taku. Dan eh iya, aku juga seorang jurnalis, jurnalis, hal-hal kayak gini sudah biasa aku ladeni”
Setelah dibujuk, akhirnya Sari mau balik lagi ke rumah, bertemu dengan keluarga ditemani Lutung, orang yang baru dikenalnya. SOP jurnalis Lutung kerjakan. Wawancara singkat saja dengan bapaknya Sari, Lutung sudah bisa mengambil kesimpulan.
“Gitu ya Pak, yasudah, nanti utang bapak saya bayarkan. Dan tingkah Pak Kades yang sering memeras warganya yang berhutang, akan saya liput dan saya laporkan pihak berwajib, supaya dia kena batunya”
Beberapa hari kemudian, masalah Bapaknya Sari dan Kades terselesaikan berkat Lutung. Sang kades akhirnya mendekam di penjara akibat perbuatannya. Sebagai ucapan terima kasih, Bapak Sari berniat menjodohkan Sari dengan Lutung. Dan Sari menyanggupinya.
Beberapa bulan setelahnya, gue dan Sari menikah, Lutung si pria berkulit coklat itu akhirnya punya pendamping, hidupnya mulai terurus. Kucelnya hilang, dekil pun juga. Kulitnya perlahan berubah menjadi seperti daging bengkoang. Mirip dengan Sari.
Beberapa tahun berikutnya, gue di angkat menjadi kades di tempat tinggalnya Sari, Gue dan Sari pun hidup dengan damai. Selamanya. hehe
lutung seorang jurnalis bukan teroris
Iya lutung zaman modern Kak. ehe